7 Larangan untuk Muslimah Saat Haid
Muslim Obsession – Dalam Islam, ada beberapa larangan untuk dilakukan wanita muslimah yang sedang haid/menstruasi. Berikut akan dijelaskan secara ringkas.
Pertama, larangan wanita haid untuk shalat. Melaksanakan shalat dalam keadaan memiliki hadats besar sangatlah dilarang. Ketika dalam masa haid, berarti kita sedang dalam keadaan tidak suci atau kotor. Oleh karena itu, diperintahkan untuk tidak shalat fardhu maupun sunnah kepada muslimah yang sedang haid.
Rasulullah Saw. bersabda kepada istrinya Aisyah, “Apabila haid datang, tinggalkanlah shalat,” (HR Bukhari dan Muslim).
Suatu hari, datanglah seorang wanita dan bertanya kepada Aisyah, “Apakah salah seorang dari kami harus mengqadha shalatnya bila telah suci dari haid?”
Kemudian istri Nabi pun bertanya, “Apakah engkau wanita Hururiyah? Kami dulunya haid di masa Nabi Saw. Beliau tidak memerintahkan kami mengganti shalat,” (HR. Bukhari).
Kedua, larangan puasa untuk muslimah yang sedang haid. Para ulama sepakat (ijma),muslimah yang sedang haid atau masa setelah melahirkan yang masih mengeluarkan darah nifas, maka tidak diperbolehkan berpuasa. Namun, setelah masa haidnya usai, mereka wajib mengganti (mengqadha) puasa Ramadhan.
Aisyah menjelaskan, “Kami mengalami hal itu (haid), maka kami diperintahkan mengqhada puasa tapi tidak diperintahkan mengqadha shalat,” (H.R Muslim dan Abu Daud).
Ketiga adalah thawaf. Thawaf adalah salah satu rukun haji. Dengan cara mengelilingi Kabah di Masjidil Haram sebanyak tujuh kali putaran.
Saat ini, tidak sedikit muslimah yang berkeinginan kuat “harus” melakukan thawafsampai-sampai meminum obat penghalang haid. Mengkonsumsi obat seperti ini tidak dilarang selagi obat ini tidak membahayakan dirinya sendiri sendiri dan orang lain.
Rasulullah Saw. bersabda kepada Aisyah ketika sedang melaksanakan haji, tetapi pada saat itu pula haid datang. “Kerjakanlah segala yang dikerjakan oleh orang yang sedang berhaji, tetapi jangan melakukan thawaf,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keempat adalah membaca Al-Quran. Rasulullah Saw. bersabda, “Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sedikit pun dari Al-Quran,” (HR. Tirmidzi).
Ada banyak pendapat para ulama tentang ini. Di antaranya ialah pendapat Syekh Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan. Ia menjelaskan, seorang muslimah yang sedang haid tidak diperbolehkan membaca Al-Quran. Baik melalui mushaf atau dari hafalannya, karena dia memiliki hadats besar.
Hal itu karena Rasulullah pernah menolak membaca Al-Quran ketika beliau sedang junub. Namun beberapa pendapat ulama meringankan atau membolehkan dalam beberapa kondisi. Seperti mengulang hafalan atau dalam ujian membaca Al-Quran, jika memang nantinya dikhawatirkan tidak ada lagi kesempatan ujian.
Ulama lain juga menyebut, muslimah yang sedang haid harus memakai penghalang seperti kain, sarung tangan dan sebagainya jika hendak memegang Al-Quran. Dalam hal ini, muslimah tidak diperkenankan menyentuh Al-Quran secara langsung tanpa penghalang.
Lain halnya dengan pendapat Abu Hanifah, Asy Syafi’i, dan Ahmad. Mereka menjelaskan, wanita yang sedang haid dan junub boleh berdzikir dan membaca Al-Quran.
Hal lain yang perlu diketahui, tidak ada larangan bagi muslimah yang sedang haid, ketika mendengar ayat sajadah untuk melakukan sujud tilawah. Dijelaskan, karena sujud bukan berarti shalat. Sehingga tidak diharuskan untuk bersuci ketika ingin melakukannya.
Kelima adalah berhubungan badan (jima). Allah Swt. berfirman, “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah haidh itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” QS. Al-Baqarah [2]: (222).
Keenam adalah berdiam diri di masjid. Dalam Al-Majmu II/163, An-Nawawi mengutip ucapan Ahmad bin Hanbal, “Haram bagi seseorang junubduduk dan berdiam di masjid, tetapi dibolehkan baginya melewatinya karena suatu keperluan.” Dilanjutkan lagi, “Seseorang yang junub boleh berhenti dan duduk di masjid setelah dia berwudhu.”
Dalam hal ini, para ulama juga berbeda pendapat. Dikisahkan juga, seorang wanita yang tinggal di dalam masjid pada zaman Rasulullah Saw. tapi tidak ada dalil menyatakan Rasulullah Saw. memerintahkan wanita itu untuk meninggalkan masjid ketika haid.
Ketujuh adalah thalak (Ath-Thalaq). Menurut bahasa adalah melepas ikatan atau membiarkan. Sedangkan menurut istilah, melepas ikatan pernikahan.
Ketika seoarang suami melakukan thalak saat istrinya dalam keadaan haid, maka disebut thalak bid’i. Thalak jenis ini sangat dilarang. Seperti dijelaskan Ibnu Katsir dalam tafsirnya dengan membawa ucapan Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Swt, “Fathalliquuhunna li ‘iddatihinna.”
Ibnu Abbas menafsirkan, “Tidak boleh seseorang menceraikan istrinya dalam keadaan haid dan tidak boleh pula ketika si istri dalam keadaan suci, namun telah disetubuhi dalam masa suci itu. Akan tetapi, bila dia tetap ingin menceraikan istrinya, maka hendaklah membiarkannya sampai datang masa haid berikutnya, lalu disusul masa suci setelah itu ia bisa menceraikannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar